Khayalan
Khayalan...
Ketika kita menginginkan sesuatu yang sedikit sangat tidak mungkin untuk
kita dapatkan, sesuatu yang tak hanya bisa kita dapat melalui usaha, dan kerja
keras, sesuatu yang kepastianya sangat diragukan, yah itulah yang namanya
khayalan.
Sebuah pemikiran semu, buah dari berbagai perasaan yang kita sedang
rasakan, yah itu lah khayalan.
Mengkhayal mungkin menjadi ‘pelarian’ terindah dari dunia kejam yang
bernama realita hidup, dunia fana dimana hanya kita dan Tuhan yang
mengetahuinya.
Dunia dimana kita bebas mengatur segala sesuatu sesuai keinginan kita,
datang dan pergi sesuai keinginan kita, and
do everything i want.
Begitu juga bagiku, mengkhayal belakangan ini menjadi ‘tempat’ pelarian
termanis untuk mengurangi pahitnya realita kehidupan, dunia dimana ‘aturan’
Tuhanlah yang kita laksanakan, aturan penuh kebijaksanaan, dan maha benar,
namun dengan cara yang benar-benar diluar logika dan terkadang berada diluar
khayalan juga.
Belakangan, skenario yang paling sering terjadi di dunia pelarian ini adalah
memilikimu. Ya karena kenyataan di dunia nyata memang sudah tak bisa ditawar
lagi.
Jarak yang semesta beri terlalu jauh, dimana memilikimu sama tak mungkinya
dengan melihat lubang hidung kita secara langsung sendiri.
Sebenarnya khayalan ku tentang mu tak muluk muluk, bersama sebagai sepasang
kekasih, bercanda layaknya sahabat kental, dan jika berselisih atau bertengkar
layaknya seorang saudara, selalu bisa kembali seperti semula, akrab tanpa ada
jarak dan batas.
Tapi seperti layakanya berselancar di dunia maya, senyaman atau se-asik
apapun kita di dunia fana itu, mau tak mau kita harus kembali, terhempas dari
imitasi dunia impian kita, dan kembali ke kenyataan.
Kenyataan dimana kita adalah tak lebih dari sebuah pion di sebuah
permainan, dimana kita lah yang digerakan, bukan kita yang menggerakan.
Saat aku mulai kembali memegang kendali akan logika, beberapa pertanyaan
menyeruak diantara penuhnya hati akan harapan harapan yang menghangatkan. Apa
yang kulakukan itu salah? menyukai seseorang yang sudah memiliki kekasih dan
berharap memilikinya, apakah salah?
Logika berteriak salah, dia mencoba merangkai skenario dimana aku menjadi
kekasihnya, dan ada lelaki lain yang berperasaan seperti ku mencoba
mengakuisisi hatinya, dan aku merasa ini salah.
Hati yang disini bukanya tak berusaha untuk mencari seseorang yang lain,
mencri cara untuk mencegah perasaan ini, namun ketika aku mencoba untuk lari, sembunyi,
dan berharap ketika kembali dari persembunyian, rasa sialan ini telah kembali
seperti semula
Namun diluar dugaan, setiap ku mencoba semakin keras, entah kenapa bayangan
senyum mu tetap mengikuti, mengekori setiap usaha logika untuk memilih sesuatu
yang dia anggap benar.
Namun sebuah penyelidikan di sore
hari benar-benar telah membuka mata sialan ku ini, mata yang selama ini benar
benar menutup diri akan penglihatan logikanya akhirnya terbuka, dan akhirnya
logika di badan ini pun kembali memegang penuh kendalinya.
Untuk sementara, perasaan sialan itu bisa ditekan, dipenjara dan dibelenggu
dalam kurungan jeruji yang bernama logika, entah sampai kapan.
Tapi biar sekuat dan seketat apapun jeruji logika yang diciptakan, perasaan
yang berada didalamnya mungkin tak akan pernah berubah, perasaan yang terus
bergumam dengan nada penuh semengat ‘Biar pun seluruh semesta beserta isinya
menentang semua yang kurasakan, persetan buat itu semua, bagiku hanya Tuhan
yang bisa menghilangkanya’
Komentar
Posting Komentar