#1 Anbu



Aray seorang anak lelaki yang (sedikit) tambun berlari menyusuri sejuknya jalan aruji kartawinata, dia berlari dari belokan stadion tempatnya turun, semula ayahnya mengantarnya dengan motor GL-2000 tuanya, tetapi dia minta diberhentikan jauh dari sekolahnya, dan sedikit jauh dari batas antar yang ditentukan OSIS, sejujurnya dia takut, entah takut akan apa.

Berbagai macam bayangan PPLS (mungkin di sekolah lain disebut MOS) yang dia bayangkan selalu terlalu berlebihan, dia takut jika dia salah mendengar informasi mengenai batas pengantaran, takut akan ini lah, itulah dan segala macam tetek bengek lainya, maklum cerita mengenai ke tegasan, ke disiplinan, dan ke sigapan di SMA 2 Kuningan, tempat dimana dia akan bersekolah itu sudah membuatnya sedikit gemetar.

Dia berlari, karena dia pikir dia bisa terlambat jika tidak berlari, seragam putih birunya terlihat kesempitan, celana birunya sudah nampak seperti pakaian renang yang bersleting, seragam putihnya pun gajauh beda, ngetat, sengetat skiny jeans anak-anak gaul jaman sekarang. Dia berlari sambil memegangi tasnya yang nemplok dibelakan punggungnya, penuh dengan barang barang sialan yang diperintahkan para seniornya, sebentar saja peluh sudah membasahi seluruh badanya.

Dia berhenti sebentar, memegangi lututnya yang bergetar hebat, kakinya memang sedikit tidak terbiasa dengan lari, dulu dia terlalu malas buat lari tapi saat itu dia membatin bakal mulai rajin olahraga dan melatih kakinya setelah kejadian ini

Napasnya yang ngos-ngosan berat, dan detak jantungnya pun sudah seperti genderang perang, berdetak sangat kencang, pening rasanya kepalanya, namun sesaat kemudian ada anak SMA berwajah ramah yang sedari tadi berdiri memegangi segulung kertas putih, dia bertanya sambil menunjuk remaja tanggung nan (sedikit) tambun tersebut, pertanyaanya sederhana “smanda?” jawaban “iya ka” ditambah sedikit anggukan kecil awalnya dianggap cukup oleh Aray.

Namun setelah itu, keramahan yang tadi terpancar diwajahnya mendadak sirna, sirna lebih cepat dari tumpukan baju cuci gudang berdiskon 80% yang di kerubuti oleh ibu-ibu yang haus diskon, dia tiba-tiba berteriak “WOOOOY PUTRA LARI!!! UDAH JAM BERAPA NI!!?” Aray yang tidak terbiasa dibentak orang lain pun sontak saja kaget, pikiranya sedikit tersentak akibat seruan (yang sesungguhnya 5% seruan, 40% perintah, dan 55% bentakan) siswa SMA tersebut yang belakangan dia ketahui sebagai OSIS itu, dan ketika dia berlari, sebuah pertanyaan menyeruak ditengah pikiranya yang mulai kalang kabut tersebut “apa-apaan dia” tapi pertanyaan tersebut tak sampai kepermukaan, hanya sampai ketenggorokanya, dan kembali lagi kebawah, dan keluar dari bawah.

Baru beberapa langkah saja dia sudah berhenti , menarik napas sepanjang-panjangnya karena paru parunya serasa sesak sekali, belum sampai hitungan menit (sepuluh detik juga belum kayanya) senior yang tadi (ekspresi) mukanya berubah dengan cepat sudah meneriakinya lagi “WOOOY LELEEET, LARIII!!! UDAH JAM SEGINI MASIH SANTAI, LARI”

Sontak dia lari lagi, dadanya seperti mau meledak, bukan karena takut, tapi seperti yang tadi di bilang, dia tak biasa di romusha senior setiap pagi, jadi paru parunya mungkin belum terbiasa dengan segala tetek bengek sialan yang baru pertama dia alami.

Akhirnya dia bisa sampai juga, walau jarak antara si kaka senior itu dengan gerbang masuk sekolah tak terlalu jauh, tapi buat Aray, itu sangatlah melelahkan, berlari sprint dengan tas penuh barang-barang sialan itu membuat staminanya yang jika seperti handphone, mungkin akan menunjukan tulisan 60% remaining, dan ini bahkan acara pembukaanya pun  belum dimulai.

***


Dia masih berlari, ketika dia akhirnya sampai di lapangan, dia sedikit terkesiap, kaget, atau takjub mungkin lebih pas buat mengungkapkan perasaanya, disana di lapangan yang di kelilingi pohon pinus itu terlihat semua peserta PPLS sedang dibariskan dengan rapih

Hampir semuanya dibariskan menghadap barat, dan ada sebagian juga yang di bariskan ke arah sebaliknya, kesan yang di dapat ketika dia pertama melihatnya adalah keren, karena baginya yang penggila game RPG ini, pemandangan tersebut sudah seperti game perang yang tempo hari dimainkanya bersama sepupunya.

Namun ketakjubanya mendadak sirna ketika dia sadar kalau di sekeliling anak yang sedang berbaris itu ada OSIS yang sedang bertolak pinggang, berseringai sesuka hati mereka, sambil ada beberapa yang memegangi beberapa gulungan putih seperti yang dia lihat tadi dipegang OSIS yang meneriakinya.

“HOOOY PUTRA” teriak salah seorang OSIS perempuan dari tengah lapang, perawakanya memang kecil, namun suaranya terdengar lebih keras, lantang, dan sedikit lebih kejam dari OSIS yang tadi, dan jarak dia juga bisa dibilang jauh, tapi heranya suaranya lebih jreng dikuping dia, dan sontak dia pun lari.

“LARI WOOY, LELET AMAT” teriaknya lagi lebih keras, Aray heran, padahal dia sudah lari secepat yang dia bisa, tapi dia masih di suruh lari? “aku kan udah lari!” batinya, “apa saking lambatnya aku lari sampe dia kira aku ini cuman joging?, apa emang dia yang beneran kejam?” sambil sprint (atau yang dia anggap sprint) pertanyaan-pertanyaan macam itu terus bermunculan di kepalanya.

Ketika Aray sudah dekat denga barisan yang menghadap ke barat, dia mencari barisan yang anak-anaknya mengenakan pita warna hijau di lenganya, karena kemarin, kelompoknya itu sudah disosialisasikan oleh OSIS bahwa kelompoknya itu harus mengenakan pita hijau. Nah ketika dia sudah menemukanya dan ingin masuk barisan, tiba-tiba OSIS cewe yang tadi meneriakinya, berjalan menghampirinya, tatapanya seperti ingin menelan Aray hidup-hidup.

 “woy putra, yang telat memisahkan diri dong, jangan asal masuk aja!” kali ini dia emang tak berteriak, tapi ucapanya yang kali ini penuh dengan nada yang sangat tidak Aray sukai, jenis nada yang akan diucapkan pada seseorang jika bertindak kelewat bodoh, Aray membatin, dia lebih memilih diteriaki, karena dia memang sudah mulai terbiasa dengan itu, bukan berarti dia sukai diteriaki, orang bodoh macam mana yang senang diteriaki pagi-pagi buta begini, tapi dari pada di omongin seperti tadi, memang tenang, tapi sangat mematikan seperti anbu di cerita anime Naruto, yang terkenal dengan ketenanganya, tapi sangat terampil dalam ‘meng-eksekusi’ lawanya, yah sama seperti ini, tak jauh beda, tenang, tapi jauh lebih ‘Mematikan’.

Komentar